BAB I
PENDAHULUAN
Kemajuan jaman dan teknologi telah mempengaruhi masyarakat
dan menyadarkan tentang pentingnya pelayanan kesehatan sehingga keadaan ini
juga berdampak semakin banyaknya rumah sakit dan klinik kesehatan berdiri
dimana-mana, seiring dengan berdirinya lembaga-lembaga pelayanan kesehatan
tersebut juga meningkatkan kebutuhan akan perawat kesehatan yang profesional.
Kebutuhan perawat profesional sebagai komponen utama dalam
pelaksanaan pelayanan yang meningkat telah memberi kesempatan kepada Akademi
Perawatan / Sekolah Tinggi Ilmu Keperawatan sebagai lembaga pendidikan perawat
untuk mampu melahirkan tenaga-tenaga perawat yang banyak. Namun sayang dalam
kenyataannya perawat yang baru lulus semakin dikeluhkan lemah dalam pengetahuan
maupun ketrampilan. Teknologi yang semakin canggih dan berubah dengan cepat di
pelayanan kesehatan terkadang sering menjadi kendala utama karena banyak
mahasiswa yang baru lulus menyatakan belum pernah mengenal dan menggunakan
alat-alat yang tersedia di tempat kerjanya, termasuk teknik-teknik perawatan
baru, yang seringkali belum dikenal di pendidikan.
Ini sungguh merupakan kondisi yang sulit, karena lingkungan
di luar pendidikan seringkali lebih maju daripada di pendidikan. Terkesan bahwa
lembaga pendidikan bukan lagi sebagai sumber ilmu tetapi hanya bagian kecil
dari konsumen teknologi / ilmu baru. Pengetahuan yang ada di lingkungan luar
pendidikan lebih deras, kadang tidak terimbangi oleh pendidikan yag ada.
Contoh yang jelas di bidang perawatan adalah penggunaan
alat-alat kesehatan, misalnya vacutainer. Tidak disemua Akademi Perawatan telah
mengenal dan mengajarkannya ke mahasiswa, tetapi hampir seluruh rumah sakit
swasta di Jakarta telah menggunakannya. Bagaimana dengan tuntutan masyarakat
akan perawat trampil, jika mengenalpun tidak ? padahal untuk kasus ketrampilan
di pelayanan, learning by doing merupakan satu-satunya cara terbaik dalam
pembelajaran.
Permasalahan ini seharusnya
tidak perlu terjadi kalau saja ada suatu kesepakatan antara bidang pendidikan /
dosen untuk bersedia saling bertukar informasi dan ilmu pengetahuan dalam
mengelola lembaga pendidikan dan sesungguhnya untuk itulah seharusnya
organisasi profesi ( mis.PPNI ) ikut terlibat.
BAB II
PERMASALAHAN
Era globalisasi sudah semakin
dekat. Dimana dunia seluruh tenaga kerja dapat masuk kemana-mana. Bagaimanakah
nasib perawat Indonesia nantinya ? Perawat dari India, Pilipina, Australia dan
berbagai negara di dunia, telah mengincar kedudukan perawat di Indonesia.
Indonesia dengan luar negeri minded-nya yang memang
ternyata dalam banyak hal memang kalah dengan luar negeri mungkin terpaksa akan
gigit jari. Perawat India dan Pilipina dalam setiap kegiatan seleksi
pemberangkatan ke luar negeri pesertanya tidak pernah ratusan, ribuan tenaga
perawat telah siap bersedia diberangkatkan ke luar negeri, termasuk ke
Indonesia.
Tidak kalah tragisnya ada
beberapa jabatan penting di pelayanan perawatan dan lembaga pendidikan perawat
di Indonesia-pun telah di-LOWONG-kan untuk perawat dari Luar Negeri.
Sebagai gambararan di RS Hasan
Sadikin Bandug, terdapat ruangan ICU dengan peralatan terbaru yang direncanakan
untuk perawat-perawat dari Luar negeri, untuk perawat Indonesia ? hanya yang
bersertifikat ICU saja. (lamaran yang
datang dari luar negeri sudah ratusan dan mereka bersedia memenuhi segala
persyaratan yang ditentukan Indonesia termasuk bahasa) Padahal untuk
pelatihan ICU 5 tahun sekalipun belum tentu ada. Apakah ini fair ?
Tidak kalah juga kejadian di
lembaga pendidikan STIK (Sekolah Tinggi Ilmu Keperawatan) Binawan (catatan:STIK
dibawah pengawasan UI) yang tadinya merupakan harapan dari dosen-dosen perawat
untuk dapat melanjutkan pendidikan S2 ke luar negeri (sesuai dengan janji
pendiriannya), informasi terakhir menyatakan bahwa Lembaga berencana mengambil
S2 dari Philipina untuk dosen, Perawat Indonesia (S1) yang duduk disana akan
menjadi apa ? Asisten dosen ? koordinator ? atau sekretaris ? entahlah.
Dimanakah PPNI sebagai
organisasi Profesi ? Ketua dan pengurusnya ? sekantor dengan pelindung STIK
Binawan ! tetapi sepertinya juga tidak berdaya ! Apakah itu salah ? itu yang
menjadi pertanyaan sekarang !
Pasien menuntut perawat yang
profesional, Lembaga / pengusaha juga harus berhitung untung dan rugi dalam
membantu meningkatkan pendidikan perawat ! Ini merupakan kondisi yang serba
sulit dan akan menjadi semakin sulit jika tidak ada koordinasi yang baik antara
perawat sendiri ! tetapi yang bagaimana ?
BAB III
PEMBAHASAN
Kunci pokok
permasalahan yang ada sekarang ini adalah hilangnya kepercayaan masyarakat akan
kemampuan perawat di Indonesia sendiri. Kehilangan kepercayaan ini dapat
dimaklumi karena dengan tangan terbuka harus disadari bahwa dalam banyak hal
perawat Indonesia cenderung lemah, baik dalam hal pengetahuan dan ketrampilan.
Hambatan utama adalah kesulitan berbahasa Inggris.
Ketidakmampuan bahasa
Inggris sering menyulitkan perawat pertama
dalam memahami ilmu pengetahuan baru (membaca literatur) kedua dalam komunikasi dengan bangsa lain / hingga berkiprah di
tingkat internasional.
Dilambangkan dengan
“pohon masalah” lembaga pendidikan sebagai pembentuk awal perawat merupakan
akar masalah disini. Sebelum sampai batang dan ranting-ranting permasalahan,
sesungguhnya kegagalan ini suka atau tidak suka harus disadari oleh semua dosen
bahwa kegagalan pendidikan merupakan penyebab utama ketidakmampuan perawat.
Dari pemikiran ini marilah mencoba menelaah satu
persatu permasalahan : 1) Dosen sebagai jabatan yang
profesional 2)Tugas dan tanggung jawab dosen dalam sistem pendidikan 3) Kompetensi
personal 4) Kompetensi profesional 5) Kompetensi sosial 6 ) Sistem management
mutu dengan harapan ini akan dapat menjadi bahan untuk menyumbangkan pikiran
dalam mengatasi kemelut yang ada dewasa ini :
1. Dosen sebagai jabatan yang
profesional
Keberhasilan proses pembelajaran pada
prinsipnya dipengaruhi oleh 4 faktor: Dosen, Mahasiswa, Satuan Pelajaran dan
Lingkungan.Dosen sebagai pembelajar harus mampu memberi fasilitas dan motivasi
di dalam proses pembelajaran. Kalau hasil proses pembelajaran sebagai hasil
keluaran yang diharapkan.
Bagaimana dengan dosen ? apakah
mungkin dosen yang tidak profesional dapat menghasilkan perawat profesional ?
sesungguhnya kedua faktor ini saling berkaitan dan tidak terpisahkan.
Dosen sebagai jabatan yang
profesional harus memiliki suatu ketentuan yang dituntut sebagai suatu profesi
(dari profesionalisasi jabatan Guru, 1983:4-6):
- Lebih mengutamakan
pelayanan kemanusiaan yang ideal, dan layanan itu memperoleh pengakuan
masyarakat (harus dilakukan oleh pemangku profesi tersebut)
- Terdapat sekumpulan
bidang ilmu yang menjadi landasan dari sejumlah teknik dan prosedur yang
unik, serta diperlukan waktu yang relatif panjang untuk mempelajarinya
sebagai periode persiapan yang sengaja dan sistimatis agar mampu
melaksanakan layanan itu ( pendidikan / pelatihan penjabatan )
- Terdapat suatu mekanisme
saringan berdasarkan kualifikasi tertentu, sehingga hanya yang kompeten
yang diperbolehkan melaksanakan layanan profesi itu
- Terdapat suatu kode etik
profesi yang mengatur keanggotaan, serta tingkah laku, sikap dan cara
kerja dari anggotanya itu.
- Terdapat organisasi
profesi yang akan berfungsi menjaga / meningkatkan layanan profesi yang
akan berfungsi dan melindungi kepentingan serta kesejahteraan anggotanya.
- Pemangku profesi
memandang profesinya sebagai suatu karir hidup dan menjadi seorang anggota
yang relatif permanen, serta mempunyai kemandirian dalam melaksanakan
profesinya dan untuk mengembangkan kemampuan profesional.
2. Tugas dan tanggung jawab dosen
dalam sistem pendidikan
Tugas guru secara umum adalah
mencerdaskn bangsa dalam arti seluas-luasnya, secara ideal guru mempunyai
tanggung jawab ganda : sebagai pendidik dan sebagai pengajar. Yang meliputi
pembinaan pribadi dan pengembangan sikap moral yang dikehendaki sehingga akan
didapatkan pribadi-pribadi yang utuh serta ilmuwan dan tenaga ahli.
Unesco mencanangkan 4 pilar utama
yang harus dipersiapkan oleh guru sebagai pembelajar terhadap siswa sebagai
pebelajar. Learning to know, Learning to do, Learning to be, Learning to live
together. Mengembangkan pengetahuan serta ketrampilan yang diperlukan bagi
setiap orang untuk dapat bekerja, berpikir, bertindak, berkomunikasi serta melakukan
tugas profesi yang diembannya. Dengan demikian kelak hasil proses pendidikan
akan didapatkan tenaga-tenaga yang profesional yang bermanfaat bagi dirinya dan
kehidupan masyarakat sekitarnya.
Sesuai dengan kebutuhan yang ada di
masyarakat sekarang ini untuk perawat profesional, Guru perawat harus mampu
menyiapkan peserta didiknya untuk mampu bekerja secara profesional di bidang
pelayanan kesehatan sehingga pada saat era globalisasi Indonesia juga
diharapkan akan mampu berkiprah di tingkat internasional.
3. Kompetensi personal
Kompetensi personal adalah kemampuan
dan tingkah laku / kepribadian yang ada pada guru, yang dapat menjadi stimulus
untuk terciptanya suasana kondusif dalam proses pembelajaran.
GURU iku digugu lan ditiru : bhs Jawa
Begitu besarnya pengaruh guru disimbolkan dengan istilah digugu : diperhatikan
dihayati dan dilaksanakan, ditiru: dicontoh sebagai suri tauladan. Perilaku
yang terpuji tentunya yang diharapkan masyarakat terhadap profil seorang guru
karena akan menjadi panutan bagi peserta didik.
Perilaku itu juga dapat menjadi
motivator ekstrinsik yang diharapkan dapat menstimulir motivasi intrinsik
peserta didik. Dengan pengarahan, bimbingan maupun teguran akan dapat
membangkitkan minat dan perhatian dari peserta didik sehingga diharapkan
peserta didik akan dapat belajar dan berkembang dalam proses pembelajaran dan
mendapatkan hasil belajar yang optimal.
Guru perawat dalam proses
pembelajaran sering harus berhadapan langsung dengan klien. Teknik komunikasi,
sikap, perhatian yang dilakukan kepada klien merupakan contoh langsung untuk
peserta didik.
Mahasiswa perawat yang masih muda
kadang harus mengalami pengalaman yang sulit di lapangan, dengan klien dan
lingkungan rumah sakit, belum lagi tugas yang banyak kadang dapat menimbulkan
perasaan frustasi siswa, guru dituntut untuk mampu memberi motivasi dan
bimbingan yang ekstra sehingga perasaan itu dapat pelan-pelan terkikis.
4. Kompetensi profesional
Tidak dapat dipungkiri hanya guru
yang profesional yang dapat menghasilkan perawat-perawat yang profesional. Guru
yang baik adalah guru yang memiliki syarat-syarat kepribadian dan mempunyai
syarat-syarat keguruan yang memadai.
Kompetensi profesional adalah
kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang guru sebagai pengajar yang baik.
Kompetensi ini meliputi : pertama
kemampuan dasar (penguasaan materi teori dan praktik); kedua kemampuan untuk membuat rekayasa pembelajaran dan
penyelenggaraan administrasi sekolah; ketiga
kemampuan psikologi untuk dapat memahami peserta didik sebagai individu yang
unik.
Seorang guru dinyatakan profesional
apabila pekerjaannya hanya dapat dilakukan secara khusus disiapkan untuk
pekerjaan seorang guru bukan yang lain. Tidak semua perawat dapat menjadi guru
demikian juga dengan dokter. Seringkali terjadi kondisi dimana perawat dan
dokter praktisi juga mengajar, tetapi tanpa pernah memiliki basic kependidikan.
5. Kompetensi sosial
Dimaksudkan dalam hal ini adalah
kemampuan guru memberi manfaat bagi pemenuhan kebutuhan masyarakat. Dalam
istilah yang lebih mudah bagaimana guru dapat mewarnai kehidupan masyarakat
disekitarnya, baik dalam bentuk pengabdian masyarakat, atau suatu bentuk usaha
yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat sekitar.
Guru perawat sebenarnya paling mudah
untuk masuk ke lingkungan masyarakat, baik melalui penyuluhan kesehatan maupun
berbentuk pelayanan kesehatan masyarakat. Agar ilmu yang dimiliki oleh guru
dapat ditularkan ke masyarakat sekitar, dan ini juga berarti mendorong
masyarakat untuk mewujudkan program belajar sepanjang hayat. Dan sesungguhnya
ilmu yang bermanfaat bagi umum merupakan pahala yang tidak pernah putus
walaupun sudah meninggal. Janji Tuhan
BAB
IV
SISTEM MANAGEMENT MUTU
Faktor kunci keberhasilan dalam proses globalisasi adalah
faktor peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) dan pengembangan
teknologi modern secara kontinyu. Dalam hal ini kualifikasi sumber daya manusia
yang diharapkan adalah yang memiliki kualifikasi berkualitas, berwawasan luas, berorientasi jauh kedepan (outward looking oriented), responsif dan
proaktif terhadap perubahan lingkungan serta memiliki daya inovasi dan kreasi
yang tinggi, khususnya untuk pengembangan dan peningkatan kerja. (sambutan
Widigdo Sukarman pada Konvensi Gugus Kendali Mutu bidang Jasa tingkat nasional,
1996)
Suatu profesi akan dapat
hidup dan berkembang apabila profesi tersebut dihargai oleh masyarakat. Jawaban
dari tuntutan akan keprofesionalan diberbagai bidang usaha adalah dengan
dibentuknya Gugus Kendali Mutu, yang berfungsi untuk meningkatkan sumber daya
manusia (SDM). Bagaimanakah yang terjadi dengan Lembaga Pendidikan ? apakah
memang perlu melakukan tindakan yang sama seperti di perusahaan jasa yang lain
?
Jadi terlihat menarik, jika lembaga pendidikan yang
diharapkan menghasilkan tenaga-tenaga ahli yang bermutu tetapi tidak merasa
perlu membentuk Gugus Kendali Mutu. Maaf ! karena dalam konvensi GKM bidang
jasa yang diadakan di tingkat nasional tersebut, tidak tampak satupun lembaga
pendidikan yang ikut
Mungkin masih banyak cara dalam upaya meningkatkan sumber
daya manusia, tetapi untuk evaluasi untuk kontrol tingkat mutu pendidikan
sesungguhnya hanya dapat dilakukan oleh intern guru sendiri (moto GKM).
Memang terdengar menarik sewaktu diungkapkan alternatif untuk
perbaikan proses pembelajaran digunakan teknik action research methode, tetapi
yang digunakan ternyata sangat sederhana dan sangat subyektif dalam
penilaiannya. Bahkan tidak dapat dievaluasi keberhasilan tindakannya.
Sebagaimana diungkapkan oleh Mc Neaf bahwa metode penelitian tindakan ini tidak
dimaksudkan untuk melakukan generalisai serta mempersoalkan temuannya yang
dapat dikuantifikasikan, replikasi eksperimen, eksperimen dan prediksi hasil
sebagaiman penelitian kuantitatif, melainkan hanya untuk mempelajari manusia
yang menerangkan mengenai diri sendiri mengapa ia berlaku dan bersikap seperti
yang telah dilakukannya. (Kuliah
Penelitian tindakan. Program belajar akta V)
Sementara menurut Soedijarto (1998: 79-80) untuk menjadi guru
profesional di abad 21 diperlukan 10 kompetensi profesional yang harus dimiliki
oleh guru yaitu :
a.
Dapat menyusun siasat belajar-mengajar yang berarti
bagi tercapainya tujuan pendidikan
b.
Dapat memilih teknik mengajar, bahan pelajaran, bentuk
belajar, alat penilaian kemajuan belajar dan alat pelajaran secara tepat dan
serasi dengan tujuan pendidikan yang hendak dicapai
c.
Dapat memahami arti setiap kegiatan belajar-mengajar
dan setiap tahapan belajar, baik skolastik maupun non skolastik bagi
perkembangan kemampuan, sikap dan disiplin dari anak didiknya
d.
Dapat mengelola proses belajar mengajar secara dinamis,
kreatif dan imajinatif
e.
Siap sedia memberikan bantuan pendidikan kepada anak
didik yang menghadapi kesulitan belajar
f.
Dapat membangkitkan motivasi belajar kepada anak
didiknya
g.
Dapat mendiagnosis latar belakang kesulitan belajar
yang dihadapi anak didik dan mampu menyusun alternatif pemecahannya
h.
Dapat memberikan informasi pendidikan kepada orang tua
peserta didik, khususnya yang menyangkut masalah pendidikan yang dihadapi anak
didiknya secara memadai dan meyakinkan
i.
Memahami arti dari tugas yang dilaksanakan dalam
keseluruhan sistem pendidikan nasional berdasarkan Pancasila dan UUD 1945
j.
Memahami arti dan kedudukan pendidikan dalam
keseluruhan pembangunan nasional negara RI yang berdasarkan Pancasila dan UUD
1945.
Sedangkan Kompetensi personal
yang harus dimliki oleh guru adalah :
a.
Memiliki kepribadian yang matang dan berkembang
b.
Memiliki penguasaan ilmu yang kuat
c.
Memiliki ketrampilan untuk membangkitkan minat peserta
didik kepada ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK
d.
Mengembangkan profesi secara berkesinambungan
Tanpa adanya standart mutu
yang jelas sepertinya itu semua ada di angan-angan. Semoga dalam perkembangan
pendidikan di masa datang akan didapatkan suatu teknik untuk mengendalikan mutu
yang paling sesuai untuk model jasa pendidikan.
Tuntutan jaman dan kebutuhan
masyarakat memaksa semua bidang usaha dan jasa untuk memperhatikan masalah
mutu. Hampir semua profesi telah menerapkan standar yang jelas untuk mengntrol
mutu, sehingga perilaku yang menyimpang akan dapat langsung terdeteksi.
Pendidikan memang termasuk
bidang yang paling sulit, karena kesalahan tidak dapat langsung terevaluasi,
diperlukan satu generasi minimal untuk membuktikan bahwa sistem yang
dipergunakan menyimpang. Padahal dampaknya bukan main, satu generasi bahkan
mungkin lebih akan mengalami akibat dari suatu sistem yang salah.
Tetapi kalau diperlhatikan
lebih seksama hampir semua bidang jasa memang tidak dapat di evaluasi secara
cepat, semisal pelayanan keperawatan sesuatu yang sulit dievaluasi hasilnya
pengaruh yang disebabkannya juga tidak mudah terevaluasi tetapi ternyata,
kendali mutu dapat dilaksanakan.
Mungkin lebih baik dalam
upaya ini guru sebagai profesi berkolaborasi dengan bidang lain untuk
mendapatkan titik terang bagaimana teknik kendali mutu yang sesuai dengan
profesi keguruan.
BAB V
PENUTUP
Kesimpulan
Untuk menjadi seorang guru yang profesional diperlukan
3 faktor utama : pertama
kemampuan personal kedua
kemampuan profesional ketiga
kemampuan sosial. Penguasaan materi saja tidak merupakan jaminan untuk keberhasilan
suatu proses pendidikan karena seorang guru
dinyatakan profesional apabila pekerjaannya hanya dapat dilakukan secara khusus
dan disiapkan untuk pekerjaan seorang guru bukan yang profesi yang lain tetapi
bisa juga profesi yang lain tetapi harus disertai background ilmu pendidikan.
Tidak seharusnya seorang ahli yang tidak mempunyai
landasan guru ikut mengajar, misalnya perawat, dokter, ahli hukum, dsb. Karena
kemampuan profesional tidak hanya terdiri dari kemampuan pemahaman materi,
tetapi juga memerlukan rekayasa proses pembelajaran yang tidak dapat dilakukan
oleh orang lain selain guru.
Pada prinsipnya guru sangat menentukan keberhasilan
proses pembelajaran, karena materi rekayasa proses pembelajaran dan hasil akhir
yang diharapkan ditentukan oleh
kapabilitas guru.
Kesalahan sistem pendidikan akan berdampak pada sikap
intelektual dan moral masyarakat. Sedemikian besar dampak pendidikan tetapi
masih sulit dievaluasi secara cepat, sehingga dampak ini baru dapat dirasakan
setelah beberapa generasi.
Saran
Karena besarnya tanggung jawab seorang guru dan dampak dari kegagalan
sistem itu maka perlu diperhatikan tentang :
1.
Perlunya dipromosikan secara
gencar untuk keharusan belajar rekayasa proses pembelajaran sebagai standar
minimal seorang guru profesional, kalau perlu diperlakukan di undang-undang
2.
Perlunya dibentuk suatu
organisasi profesi yang kuat sebagai pelindung, pengawas, pembina dan wadah
komunikasi bagi profesi guru
3.
Perlu dilakukan kendali mutu
dalam sistem pendidikan indonesia, sehingga dapat menjembatani kebutuhan
masyarakat dan profesi keguruan yang ada.
DAFTAR PUSTAKA
1.
Dymyati, Bahan Ajar Belajar dan Pembelajaran, Dirjend Pendidikan Tinggi
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1994
2.
Kasim M. Anwar, Bahan ajar Psikologi Pendidikan, Dirjend
Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 2000
3.
Tirtarahardja Umar, Bahan ajar Pengantar Pendidikan, Dirjend
Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1994
4.
Wisnijati, Bahan ajar Profesi Keguruan, Dirjend
Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
5.
Widigdo Sukarman, sambutan
pada Konvensi Gugus Kendali Mutu Bank BNI tingkat Nasional Bidang Perbankan dan
Jasa, 1996
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ……………………………………………… i
DAFTAR ISI ……………………………………………………… ii
BAB I PENDAHULUAN ……………………………………… 1
BAB II PERMASALAHAN ……………………………… 3
BAB III PEMBAHASAN ……………………………………… 5
1.
Dosen sebagai jabatan yang
profesional ………………. 6
2.
Tugas dan tanggung jawab dosen
dalam sistem pendidikan 7
3.
Kompetensi personal ………………………………. 8
4.
Kompetensi profesional ………………………………. 9
5.
Kompetensi sosial ………………………………. 9
BAB IV SISTEM MANAGEMENT MUTU ………………………. 11
BAB IV PENUTUP ………………………………………………. 15
KEPUSTAKAAN ……………………………………………… 17
LAMPIRAN
- Makalah Gugus Kendali Mutu