Wednesday, February 15, 2017

MENINGKATKAN KUALITAS PERAWAT MELALUI PROFESIONALITAS DOSEN AKADEMI PERAWATAN

BAB I

PENDAHULUAN


Kemajuan jaman dan teknologi telah mempengaruhi masyarakat dan menyadarkan tentang pentingnya pelayanan kesehatan sehingga keadaan ini juga berdampak semakin banyaknya rumah sakit dan klinik kesehatan berdiri dimana-mana, seiring dengan berdirinya lembaga-lembaga pelayanan kesehatan tersebut juga meningkatkan kebutuhan akan perawat kesehatan yang profesional.
Kebutuhan perawat profesional sebagai komponen utama dalam pelaksanaan pelayanan yang meningkat telah memberi kesempatan kepada Akademi Perawatan / Sekolah Tinggi Ilmu Keperawatan sebagai lembaga pendidikan perawat untuk mampu melahirkan tenaga-tenaga perawat yang banyak. Namun sayang dalam kenyataannya perawat yang baru lulus semakin dikeluhkan lemah dalam pengetahuan maupun ketrampilan. Teknologi yang semakin canggih dan berubah dengan cepat di pelayanan kesehatan terkadang sering menjadi kendala utama karena banyak mahasiswa yang baru lulus menyatakan belum pernah mengenal dan menggunakan alat-alat yang tersedia di tempat kerjanya, termasuk teknik-teknik perawatan baru, yang seringkali belum dikenal di pendidikan.
Ini sungguh merupakan kondisi yang sulit, karena lingkungan di luar pendidikan seringkali lebih maju daripada di pendidikan. Terkesan bahwa lembaga pendidikan bukan lagi sebagai sumber ilmu tetapi hanya bagian kecil dari konsumen teknologi / ilmu baru. Pengetahuan yang ada di lingkungan luar pendidikan lebih deras, kadang tidak terimbangi oleh pendidikan yag ada.
Contoh yang jelas di bidang perawatan adalah penggunaan alat-alat kesehatan, misalnya vacutainer. Tidak disemua Akademi Perawatan telah mengenal dan mengajarkannya ke mahasiswa, tetapi hampir seluruh rumah sakit swasta di Jakarta telah menggunakannya. Bagaimana dengan tuntutan masyarakat akan perawat trampil, jika mengenalpun tidak ? padahal untuk kasus ketrampilan di pelayanan, learning by doing merupakan satu-satunya cara terbaik dalam pembelajaran.
Permasalahan ini seharusnya tidak perlu terjadi kalau saja ada suatu kesepakatan antara bidang pendidikan / dosen untuk bersedia saling bertukar informasi dan ilmu pengetahuan dalam mengelola lembaga pendidikan dan sesungguhnya untuk itulah seharusnya organisasi profesi ( mis.PPNI ) ikut terlibat.

BAB II
PERMASALAHAN

Era globalisasi sudah semakin dekat. Dimana dunia seluruh tenaga kerja dapat masuk kemana-mana. Bagaimanakah nasib perawat Indonesia nantinya ? Perawat dari India, Pilipina, Australia dan berbagai negara di dunia, telah mengincar kedudukan perawat di Indonesia.
Indonesia dengan luar negeri minded-nya yang memang ternyata dalam banyak hal memang kalah dengan luar negeri mungkin terpaksa akan gigit jari. Perawat India dan Pilipina dalam setiap kegiatan seleksi pemberangkatan ke luar negeri pesertanya tidak pernah ratusan, ribuan tenaga perawat telah siap bersedia diberangkatkan ke luar negeri, termasuk ke Indonesia.
Tidak kalah tragisnya ada beberapa jabatan penting di pelayanan perawatan dan lembaga pendidikan perawat di Indonesia-pun telah di-LOWONG-kan untuk perawat dari Luar Negeri.
Sebagai gambararan di RS Hasan Sadikin Bandug, terdapat ruangan ICU dengan peralatan terbaru yang direncanakan untuk perawat-perawat dari Luar negeri, untuk perawat Indonesia ? hanya yang bersertifikat ICU saja. (lamaran yang datang dari luar negeri sudah ratusan dan mereka bersedia memenuhi segala persyaratan yang ditentukan Indonesia termasuk bahasa) Padahal untuk pelatihan ICU 5 tahun sekalipun belum tentu ada. Apakah ini fair ?
Tidak kalah juga kejadian di lembaga pendidikan STIK (Sekolah Tinggi Ilmu Keperawatan) Binawan (catatan:STIK dibawah pengawasan UI) yang tadinya merupakan harapan dari dosen-dosen perawat untuk dapat melanjutkan pendidikan S2 ke luar negeri (sesuai dengan janji pendiriannya), informasi terakhir menyatakan bahwa Lembaga berencana mengambil S2 dari Philipina untuk dosen, Perawat Indonesia (S1) yang duduk disana akan menjadi apa ? Asisten dosen ? koordinator ? atau sekretaris ? entahlah.
Dimanakah PPNI sebagai organisasi Profesi ? Ketua dan pengurusnya ? sekantor dengan pelindung STIK Binawan ! tetapi sepertinya juga tidak berdaya ! Apakah itu salah ? itu yang menjadi pertanyaan sekarang !
Pasien menuntut perawat yang profesional, Lembaga / pengusaha juga harus berhitung untung dan rugi dalam membantu meningkatkan pendidikan perawat ! Ini merupakan kondisi yang serba sulit dan akan menjadi semakin sulit jika tidak ada koordinasi yang baik antara perawat sendiri ! tetapi yang bagaimana ?



BAB III

PEMBAHASAN
           
            Kunci pokok permasalahan yang ada sekarang ini adalah hilangnya kepercayaan masyarakat akan kemampuan perawat di Indonesia sendiri. Kehilangan kepercayaan ini dapat dimaklumi karena dengan tangan terbuka harus disadari bahwa dalam banyak hal perawat Indonesia cenderung lemah, baik dalam hal pengetahuan dan ketrampilan. Hambatan utama adalah kesulitan berbahasa Inggris.
            Ketidakmampuan bahasa Inggris sering menyulitkan perawat pertama dalam memahami ilmu pengetahuan baru (membaca literatur) kedua dalam komunikasi dengan bangsa lain / hingga berkiprah di tingkat internasional.
            Dilambangkan dengan “pohon masalah” lembaga pendidikan sebagai pembentuk awal perawat merupakan akar masalah disini. Sebelum sampai batang dan ranting-ranting permasalahan, sesungguhnya kegagalan ini suka atau tidak suka harus disadari oleh semua dosen bahwa kegagalan pendidikan merupakan penyebab utama ketidakmampuan perawat.
Dari pemikiran ini marilah mencoba menelaah satu persatu permasalahan : 1) Dosen sebagai jabatan yang profesional  2)Tugas dan tanggung jawab dosen dalam sistem pendidikan 3) Kompetensi personal 4) Kompetensi profesional 5) Kompetensi sosial 6 ) Sistem management mutu dengan harapan ini akan dapat menjadi bahan untuk menyumbangkan pikiran dalam mengatasi kemelut yang ada dewasa ini :


1.      Dosen sebagai jabatan yang profesional
Keberhasilan proses pembelajaran pada prinsipnya dipengaruhi oleh 4 faktor: Dosen, Mahasiswa, Satuan Pelajaran dan Lingkungan.Dosen sebagai pembelajar harus mampu memberi fasilitas dan motivasi di dalam proses pembelajaran. Kalau hasil proses pembelajaran sebagai hasil keluaran yang diharapkan.
Bagaimana dengan dosen ? apakah mungkin dosen yang tidak profesional dapat menghasilkan perawat profesional ? sesungguhnya kedua faktor ini saling berkaitan dan tidak terpisahkan.
Dosen sebagai jabatan yang profesional harus memiliki suatu ketentuan yang dituntut sebagai suatu profesi (dari profesionalisasi jabatan Guru, 1983:4-6):
  1. Lebih mengutamakan pelayanan kemanusiaan yang ideal, dan layanan itu memperoleh pengakuan masyarakat (harus dilakukan oleh pemangku profesi tersebut)
  2. Terdapat sekumpulan bidang ilmu yang menjadi landasan dari sejumlah teknik dan prosedur yang unik, serta diperlukan waktu yang relatif panjang untuk mempelajarinya sebagai periode persiapan yang sengaja dan sistimatis agar mampu melaksanakan layanan itu ( pendidikan / pelatihan penjabatan )
  3. Terdapat suatu mekanisme saringan berdasarkan kualifikasi tertentu, sehingga hanya yang kompeten yang diperbolehkan melaksanakan layanan profesi itu
  4. Terdapat suatu kode etik profesi yang mengatur keanggotaan, serta tingkah laku, sikap dan cara kerja dari anggotanya itu.
  5. Terdapat organisasi profesi yang akan berfungsi menjaga / meningkatkan layanan profesi yang akan berfungsi dan melindungi kepentingan serta kesejahteraan anggotanya.
  6. Pemangku profesi memandang profesinya sebagai suatu karir hidup dan menjadi seorang anggota yang relatif permanen, serta mempunyai kemandirian dalam melaksanakan profesinya dan untuk mengembangkan kemampuan profesional.
           
2.      Tugas dan tanggung jawab dosen dalam sistem pendidikan
Tugas guru secara umum adalah mencerdaskn bangsa dalam arti seluas-luasnya, secara ideal guru mempunyai tanggung jawab ganda : sebagai pendidik dan sebagai pengajar. Yang meliputi pembinaan pribadi dan pengembangan sikap moral yang dikehendaki sehingga akan didapatkan pribadi-pribadi yang utuh serta ilmuwan dan tenaga ahli.
Unesco mencanangkan 4 pilar utama yang harus dipersiapkan oleh guru sebagai pembelajar terhadap siswa sebagai pebelajar. Learning to know, Learning to do, Learning to be, Learning to live together. Mengembangkan pengetahuan serta ketrampilan yang diperlukan bagi setiap orang untuk dapat bekerja, berpikir, bertindak, berkomunikasi serta melakukan tugas profesi yang diembannya. Dengan demikian kelak hasil proses pendidikan akan didapatkan tenaga-tenaga yang profesional yang bermanfaat bagi dirinya dan kehidupan masyarakat sekitarnya.
Sesuai dengan kebutuhan yang ada di masyarakat sekarang ini untuk perawat profesional, Guru perawat harus mampu menyiapkan peserta didiknya untuk mampu bekerja secara profesional di bidang pelayanan kesehatan sehingga pada saat era globalisasi Indonesia juga diharapkan akan mampu berkiprah di tingkat internasional.

3.      Kompetensi personal
Kompetensi personal adalah kemampuan dan tingkah laku / kepribadian yang ada pada guru, yang dapat menjadi stimulus untuk terciptanya suasana kondusif dalam proses pembelajaran.
GURU iku digugu lan ditiru : bhs Jawa Begitu besarnya pengaruh guru disimbolkan dengan istilah digugu : diperhatikan dihayati dan dilaksanakan, ditiru: dicontoh sebagai suri tauladan. Perilaku yang terpuji tentunya yang diharapkan masyarakat terhadap profil seorang guru karena akan menjadi panutan bagi peserta didik.  
Perilaku itu juga dapat menjadi motivator ekstrinsik yang diharapkan dapat menstimulir motivasi intrinsik peserta didik. Dengan pengarahan, bimbingan maupun teguran akan dapat membangkitkan minat dan perhatian dari peserta didik sehingga diharapkan peserta didik akan dapat belajar dan berkembang dalam proses pembelajaran dan mendapatkan hasil belajar yang optimal.
Guru perawat dalam proses pembelajaran sering harus berhadapan langsung dengan klien. Teknik komunikasi, sikap, perhatian yang dilakukan kepada klien merupakan contoh langsung untuk peserta didik.
Mahasiswa perawat yang masih muda kadang harus mengalami pengalaman yang sulit di lapangan, dengan klien dan lingkungan rumah sakit, belum lagi tugas yang banyak kadang dapat menimbulkan perasaan frustasi siswa, guru dituntut untuk mampu memberi motivasi dan bimbingan yang ekstra sehingga perasaan itu dapat pelan-pelan terkikis.

4.      Kompetensi profesional
Tidak dapat dipungkiri hanya guru yang profesional yang dapat menghasilkan perawat-perawat yang profesional. Guru yang baik adalah guru yang memiliki syarat-syarat kepribadian dan mempunyai syarat-syarat keguruan yang memadai.
Kompetensi profesional adalah kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang guru sebagai pengajar yang baik. Kompetensi ini meliputi : pertama kemampuan dasar (penguasaan materi teori dan praktik); kedua kemampuan untuk membuat rekayasa pembelajaran dan penyelenggaraan administrasi sekolah; ketiga kemampuan psikologi untuk dapat memahami peserta didik sebagai individu yang unik.
Seorang guru dinyatakan profesional apabila pekerjaannya hanya dapat dilakukan secara khusus disiapkan untuk pekerjaan seorang guru bukan yang lain. Tidak semua perawat dapat menjadi guru demikian juga dengan dokter. Seringkali terjadi kondisi dimana perawat dan dokter praktisi juga mengajar, tetapi tanpa pernah memiliki basic kependidikan.

5.      Kompetensi sosial
Dimaksudkan dalam hal ini adalah kemampuan guru memberi manfaat bagi pemenuhan kebutuhan masyarakat. Dalam istilah yang lebih mudah bagaimana guru dapat mewarnai kehidupan masyarakat disekitarnya, baik dalam bentuk pengabdian masyarakat, atau suatu bentuk usaha yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat sekitar.
Guru perawat sebenarnya paling mudah untuk masuk ke lingkungan masyarakat, baik melalui penyuluhan kesehatan maupun berbentuk pelayanan kesehatan masyarakat. Agar ilmu yang dimiliki oleh guru dapat ditularkan ke masyarakat sekitar, dan ini juga berarti mendorong masyarakat untuk mewujudkan program belajar sepanjang hayat. Dan sesungguhnya ilmu yang bermanfaat bagi umum merupakan pahala yang tidak pernah putus walaupun sudah meninggal. Janji Tuhan

BAB IV
SISTEM MANAGEMENT MUTU


Faktor kunci keberhasilan dalam proses globalisasi adalah faktor peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) dan pengembangan teknologi modern secara kontinyu. Dalam hal ini kualifikasi sumber daya manusia yang diharapkan adalah yang memiliki kualifikasi berkualitas, berwawasan luas, berorientasi jauh kedepan (outward looking oriented), responsif dan proaktif terhadap perubahan lingkungan serta memiliki daya inovasi dan kreasi yang tinggi, khususnya untuk pengembangan dan peningkatan kerja. (sambutan Widigdo Sukarman pada Konvensi Gugus Kendali Mutu bidang Jasa tingkat nasional, 1996)
 Suatu profesi akan dapat hidup dan berkembang apabila profesi tersebut dihargai oleh masyarakat. Jawaban dari tuntutan akan keprofesionalan diberbagai bidang usaha adalah dengan dibentuknya Gugus Kendali Mutu, yang berfungsi untuk meningkatkan sumber daya manusia (SDM). Bagaimanakah yang terjadi dengan Lembaga Pendidikan ? apakah memang perlu melakukan tindakan yang sama seperti di perusahaan jasa yang lain ?
Jadi terlihat menarik, jika lembaga pendidikan yang diharapkan menghasilkan tenaga-tenaga ahli yang bermutu tetapi tidak merasa perlu membentuk Gugus Kendali Mutu. Maaf ! karena dalam konvensi GKM bidang jasa yang diadakan di tingkat nasional tersebut, tidak tampak satupun lembaga pendidikan yang ikut
Mungkin masih banyak cara dalam upaya meningkatkan sumber daya manusia, tetapi untuk evaluasi untuk kontrol tingkat mutu pendidikan sesungguhnya hanya dapat dilakukan oleh intern guru sendiri (moto GKM).
Memang terdengar menarik sewaktu diungkapkan alternatif untuk perbaikan proses pembelajaran digunakan teknik action research methode, tetapi yang digunakan ternyata sangat sederhana dan sangat subyektif dalam penilaiannya. Bahkan tidak dapat dievaluasi keberhasilan tindakannya.
Sebagaimana diungkapkan oleh Mc Neaf  bahwa metode penelitian tindakan ini tidak dimaksudkan untuk melakukan generalisai serta mempersoalkan temuannya yang dapat dikuantifikasikan, replikasi eksperimen, eksperimen dan prediksi hasil sebagaiman penelitian kuantitatif, melainkan hanya untuk mempelajari manusia yang menerangkan mengenai diri sendiri mengapa ia berlaku dan bersikap seperti yang telah dilakukannya. (Kuliah Penelitian tindakan. Program belajar akta V)
Sementara menurut Soedijarto (1998: 79-80) untuk menjadi guru profesional di abad 21 diperlukan 10 kompetensi profesional yang harus dimiliki oleh guru yaitu :
a.       Dapat menyusun siasat belajar-mengajar yang berarti bagi tercapainya tujuan pendidikan
b.      Dapat memilih teknik mengajar, bahan pelajaran, bentuk belajar, alat penilaian kemajuan belajar dan alat pelajaran secara tepat dan serasi dengan tujuan pendidikan yang hendak dicapai
c.       Dapat memahami arti setiap kegiatan belajar-mengajar dan setiap tahapan belajar, baik skolastik maupun non skolastik bagi perkembangan kemampuan, sikap dan disiplin dari anak didiknya
d.      Dapat mengelola proses belajar mengajar secara dinamis, kreatif dan imajinatif
e.       Siap sedia memberikan bantuan pendidikan kepada anak didik yang menghadapi kesulitan belajar
f.       Dapat membangkitkan motivasi belajar kepada anak didiknya
g.      Dapat mendiagnosis latar belakang kesulitan belajar yang dihadapi anak didik dan mampu menyusun alternatif pemecahannya
h.      Dapat memberikan informasi pendidikan kepada orang tua peserta didik, khususnya yang menyangkut masalah pendidikan yang dihadapi anak didiknya secara memadai dan meyakinkan
i.        Memahami arti dari tugas yang dilaksanakan dalam keseluruhan sistem pendidikan nasional berdasarkan Pancasila dan UUD 1945
j.        Memahami arti dan kedudukan pendidikan dalam keseluruhan pembangunan nasional negara RI yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.

Sedangkan Kompetensi personal yang harus dimliki oleh guru adalah :
a.         Memiliki kepribadian yang matang dan berkembang
b.        Memiliki penguasaan ilmu yang kuat
c.         Memiliki ketrampilan untuk membangkitkan minat peserta didik kepada ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK
d.        Mengembangkan profesi secara berkesinambungan
Tanpa adanya standart mutu yang jelas sepertinya itu semua ada di angan-angan. Semoga dalam perkembangan pendidikan di masa datang akan didapatkan suatu teknik untuk mengendalikan mutu yang paling sesuai untuk model jasa pendidikan.
Tuntutan jaman dan kebutuhan masyarakat memaksa semua bidang usaha dan jasa untuk memperhatikan masalah mutu. Hampir semua profesi telah menerapkan standar yang jelas untuk mengntrol mutu, sehingga perilaku yang menyimpang akan dapat langsung terdeteksi.
Pendidikan memang termasuk bidang yang paling sulit, karena kesalahan tidak dapat langsung terevaluasi, diperlukan satu generasi minimal untuk membuktikan bahwa sistem yang dipergunakan menyimpang. Padahal dampaknya bukan main, satu generasi bahkan mungkin lebih akan mengalami akibat dari suatu sistem yang salah. 
Tetapi kalau diperlhatikan lebih seksama hampir semua bidang jasa memang tidak dapat di evaluasi secara cepat, semisal pelayanan keperawatan sesuatu yang sulit dievaluasi hasilnya pengaruh yang disebabkannya juga tidak mudah terevaluasi tetapi ternyata, kendali mutu dapat dilaksanakan.
Mungkin lebih baik dalam upaya ini guru sebagai profesi berkolaborasi dengan bidang lain untuk mendapatkan titik terang bagaimana teknik kendali mutu yang sesuai dengan profesi keguruan. 
           

BAB V

PENUTUP

Kesimpulan
Untuk menjadi seorang guru yang profesional diperlukan 3 faktor utama : pertama kemampuan personal kedua kemampuan profesional ketiga kemampuan sosial. Penguasaan materi saja tidak merupakan jaminan untuk keberhasilan suatu proses pendidikan karena seorang guru dinyatakan profesional apabila pekerjaannya hanya dapat dilakukan secara khusus dan disiapkan untuk pekerjaan seorang guru bukan yang profesi yang lain tetapi bisa juga profesi yang lain tetapi harus disertai background ilmu pendidikan.
Tidak seharusnya seorang ahli yang tidak mempunyai landasan guru ikut mengajar, misalnya perawat, dokter, ahli hukum, dsb. Karena kemampuan profesional tidak hanya terdiri dari kemampuan pemahaman materi, tetapi juga memerlukan rekayasa proses pembelajaran yang tidak dapat dilakukan oleh orang lain selain guru.
Pada prinsipnya guru sangat menentukan keberhasilan proses pembelajaran, karena materi rekayasa proses pembelajaran dan hasil akhir yang diharapkan ditentukan  oleh kapabilitas guru.
Kesalahan sistem pendidikan akan berdampak pada sikap intelektual dan moral masyarakat. Sedemikian besar dampak pendidikan tetapi masih sulit dievaluasi secara cepat, sehingga dampak ini baru dapat dirasakan setelah beberapa generasi.
Saran 
Karena besarnya tanggung jawab seorang guru dan dampak dari kegagalan sistem itu maka perlu diperhatikan tentang :
1.      Perlunya dipromosikan secara gencar untuk keharusan belajar rekayasa proses pembelajaran sebagai standar minimal seorang guru profesional, kalau perlu diperlakukan di undang-undang
2.      Perlunya dibentuk suatu organisasi profesi yang kuat sebagai pelindung, pengawas, pembina dan wadah komunikasi bagi profesi guru
3.      Perlu dilakukan kendali mutu dalam sistem pendidikan indonesia, sehingga dapat menjembatani kebutuhan masyarakat dan profesi keguruan yang ada.





DAFTAR PUSTAKA



1.      Dymyati, Bahan Ajar Belajar dan Pembelajaran, Dirjend Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1994

2.      Kasim M. Anwar, Bahan ajar Psikologi Pendidikan, Dirjend Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 2000

3.      Tirtarahardja Umar, Bahan ajar Pengantar Pendidikan, Dirjend Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1994

4.      Wisnijati, Bahan ajar Profesi Keguruan, Dirjend Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan

5.      Widigdo Sukarman, sambutan pada Konvensi Gugus Kendali Mutu Bank BNI tingkat Nasional Bidang Perbankan dan Jasa, 1996


DAFTAR ISI



Halaman
KATA PENGANTAR           ………………………………………………            i
DAFTAR ISI              ………………………………………………………            ii
BAB I                         PENDAHULUAN     ………………………………………            1
BAB II            PERMASALAHAN              ………………………………            3
BAB III          PEMBAHASAN        ………………………………………            5
1.      Dosen sebagai jabatan yang profesional   ……………….           6
2.      Tugas dan tanggung jawab dosen dalam sistem pendidikan        7
3.      Kompetensi personal         ……………………………….           8
4.      Kompetensi profesional    ……………………………….           9
5.      Kompetensi sosial             ……………………………….           9
BAB IV          SISTEM MANAGEMENT MUTU   ……………………….           11
BAB IV          PENUTUP      ……………………………………………….           15
KEPUSTAKAAN                  ………………………………………………            17

LAMPIRAN

- Makalah Gugus Kendali Mutu


Sunday, February 5, 2017

LAPORAN PENDAHULUAN GANGGUAN PROSES FIKIR : WAHAM

LAPORAN PENDAHULUAN GANGGUAN PROSES FIKIR : WAHAM

A.    Masalah utama
Gangguan proses fikir: Waham
B.     Proses terjadinya masalah
1.      Pengertian
Waham adalah keyakinan yang salah yang dipertahankan secara kuat atau terus menerus namun tidak sesuai dengan kenyataan.
2.      Tanda dan gejala
a)    Meyakini memiliki kekuatan atau kebesaran secara khusus, diucapkan berulangkali tetapi tidak sesuai dengan kenyataan: waham kebesaran.
b)    Meyakini ada seseorang atau kelompok yang berusaha merugikan atau mencederai dirinya, diucapkan berulangkali tetapi tidak sesuai kenyataan: waham diancam.
c)    Memiliki keyakinan terhadap suatu agama secara berlebihan, diucapkan berulangkali tetapi tidak sesuai kenyataan: waham agama.
d)    Meyakini bahwa tubuh atau bagian tubuhnya itu terganggu atau terserang penyakit, diucapkan berulangkali tetapi tidak sesuai kenyataan.
e)    Meyakini bahwa dirinya sudah tidak ada di dunia atau meninggal, diucapkan berulangkali tetapi tidak sesuai kenyataan: waham nihilistik.

Ciri -ciri waham:
Tidak realistis, tidak logis, menetap, egosentris, diyakini kebenarannya oleh penderita, tidak dapat dikoreksi, dihayat oleh penderita sebagai hal yang nyata, keadaan atau hal yang diyakini itu bukan merupakan bagian sosiokultural setempat.

3.      Penyebab
a)      Penyebab
Penyebab secara umum dari waham adalah ganguan konsep diri : harga diri rendah. Harga diri rendah dimanifestasikan dengan perasaan yang negatif terhadap diri sendiri, termasuk hilangnya percaya diri dan harga diri, merasa gagal mencapai keinginan.
b)      Akibat
Akibat dari waham klien dapat mengalami kerusakan komunikasi verbal yang ditandai dengan pikiran tidak realistic, flight of ideas, kehilangan asosiasi, pengulangan kata-kata yang didengar dan kontak mata yang kurang.
4.      Proses Terjadinya Waham
a)    Perasaan diancam oleh lingkungan, cemas, merasa sesuatu yang tidak menyenangkan terjadi
b)    Mencoba mengingkari ancaman dari persepsi diri atau objek realitas dengan menyalahartikan kesan terhadap kejadian
c)    Individu memproyeksikan pikiran dan perasaan internal pada lingkungan sehingga perasaan, pikiran, dan keinginan negative/tidak dapat diterima menjadi bagian eksternal
d)    Individu mencoba memberi pembenaran/rasional/alasan interpretasi personal tentang realita pada diri sendiri atau orang lain.
5.      Pohon masalah
Kerusakan komunikasi verbal

Gangguan proses fikir: waham

Harga diri rendah



6.      Masalah keperawatan dan data yang perlu dikaji
a.       Kerusakan komunikasi : verbal
b.      Perubahan isi pikir : waham
c.       Gangguan konsep diri : harga diri rendah.

Data yang perlu dikaji
No
Masalah keperawatan
Data mayor
Data minor
1.
Gangguan proses pikir: waham
Subyektif:
o Merasa curiga
o Merasa cemburu
o Merasa diancam / diguna-guna
o Merasa sebagai orang hebat
o Merasa memiliki kekuatan luar biasa
o Merasa sakit / rusak organ tubuh
o Merasa sudah mati
Obyektif:
o Marah-marah tanpa sebab
o Banyak kata (logorrhoe)
o Menyendiri
o Sirkumstansial
o Inkoheren
Subyektif:
o  Merasa orang lain menjauh
o  Merasa tidak ada yang mau mengerti
Obyektif:
o  Marah-marah karena alasan sepele.
o  Menyendiri












2.
Kerusakan komunikasi verbal
Subyektif:
o Merasa kesal tak dimengerti
o Merasa orang lain tidak peduli
Obyektif:
o Sirkumstansial
o Tangensial
o Inkoherensia
o Blocking
o Asosiasi longgar
o Neologisme
Subyektif:
o  Merasa rendah diri
o  Merasa bingung
Obyektif:
o  Kata-kata tak bisa dimengerti
o  Orang lain merasa tak bisa menangkap maksud klien
3.
Harga Diri Rendah
Subyektif:
o Mengeluh hidup tidak bermakna
o Tidak memiliki kelebihan apapun
o Merasa jelek
Obyektif:
o Kontak mata kurang
Tidak berinisiatif berinteraksi dengan orang lain
Subyektif:
o  Mengatakan malas
o  Putus asa
o  Ingin mati
Obyektif:
o  Tampak malas-malasan
Produktivitas menurun


d.      Diagnosa keperawatan
1)      Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan waham
2)      Perubahan isi  pikir : waham….. berhubungan dengan harga diri rendah

e.       Tindakan keperawatan (terlampir)